Kamis, 18 Agustus 2016

pengertian sastra



1. Filsuf Horatius mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra haruslah



dulce,



utile, prodesse et delectare



(indah, berguna, manfaat, dan nikmat). Oleh karena itu



sastra dikaitkan dengan estetika atau keindahan.



Intinya hakikat sastra adalah imajinasi dan kreativitas

2. Sumarno dan Saini, sastra adalah ungkapan pribadi manusiaberupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat,keyakinan,  dalam suatu bentuk gambaran kongkret yangmembangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.
3. Mursal Esten, menyatakan sastra atau kesusastraan adalahpengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melaluibahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
4. Ahmad Badrun, berpendapat bahwa Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.
5. Menurut Semi, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaanseni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannyamenggunakan bahasa sebagai mediumnya
6. Panuti Sudjiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atautulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan sepertikeorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, danungkapannya.
7. Menurut Sumardjo dan Sumaini, definisi sastra yaitu :
a. Sastra adalah seni bahasa.
b. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yangmendalam.
c. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa
d. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalamsebuah bentuk keindahan.
e. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaankemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengansentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yangmempesona.
8. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif  juga harus melayani misi-misi yang dapatdipertanggungjawabkan.
9.  Tarigan, sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalammengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih,kecewa, senang dan lain sebagainya.
10. Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkangambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu


Manfaat Sastra

Horatius mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan. Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan.
b.Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya.
c.Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan masyarakat  yang digambarkan dalam karya.
d.Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi. Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi pembacanya.
e.Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra tersebut dalam waktu tertentu.
f.Masih banyak manfaat sastra yang bagi satu pembaca berbeda dengan pembaca lainnya. Sehingga beberapa pembaca yang menikmati buku yang sama bisa jadi memperoleh pengalaman puitik yang berbeda.


Sastra merupakan suatu karya imajinatif (to create something), artinya sastra merupakan bagian dari sebuah keindahan dalam suatu seni. Sastra pertama kali hadir hanya untuk menghibur (to entertain), selain itu juga sebagai sarana memperoleh informasi. Menurut Horace, dalam sastra dikenal dulce et utile, maksudnya sastra bersifat nikmat dan bermanfaat. Sastra bisa dinikmati oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Mulai dari isinya, penyampaiannya, sampai pada aspek-aspek keindahan yang lain, serta dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkan, memahami, atau membaca karya sastra yang dewasa ini mudah kita temukan di mana pun. Dalam sastra juga memiliki sifat subjektif, karena sastra adalah cerminan realitas kehidupan, maka sastra sangatlah dipengaruhi oleh sikap pengarang. Sedangkan, Nonsastra atau biasa disebut dengan karya ilmiah, merupakan sesuatu yang berdasarkan fakta dan bersifat objektif. Sudah jelas bahwa karya ilmiah itu merupakan hal yang berdasarkan fakta-fakta yang diambil dari ilmu pengetahuan serta fenomena-fenomena yang ada di sekeliling kita. Sebuah pengetahuan selalu dikaitkan dengan kebenaran semesta berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, baik itu ilmu eksak maupun humaniora. Ilmu pada hakikatnya sesuatu yang belum pasti, namun memilki keobjetifannya dalam menjelaskan (to explain)ke public dan mengajarkan ke dalam situasi formal (to teach), seringkali ilmu pengetahuan akan berkembang dari waktu ke waktu.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/immawan.faisal/perbedaan-sastra-dengan-nonsastra_551aad04a33311ee21b6591d


Istilah genre berasal dari bahasa bahasa Prancis yang berati ‘jenis’. Jadi, genre sastra berarti jenis karya sastra. Ahli pikir yang pertama meletakkan dasar teori genre adalah Aristoteles dalam tulisannya yang terkenal yaitu Poetica. Teori Aristoteles tentang jenis karya sastra didasarkan pada karya sastra Yunani klasik., tetapi yang menarik dari teori tersebut adalah teori tersebut dapat diterapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia.
Menurut Aristoteles, karya sastra berdasarkan ragam perwujudannya terdiri atas 3 macam, yaitu epik, lirik, dan drama (Teuw,1984: 109). Epik adalah teks yang sebagian berisi deskripsi (paparan kisah), dan sebagian lainnya berisi ujaran tokoh (cakapan). Epik ini biasa disebut prosa. Lirik adalah ungkapan ide atau perasaan pengarang. Dalam hal ini yang berbicara adalah 'aku' lirik, yang biasa disebut penyair. Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi atau sajak, yakni karya sastra yang berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih mengutamakan cara mengekpresikannya. Drama adalah karya sastra yang didominasi oleh cakapan para tokoh. Kriteria drama yang membedakan dengan 2 jenis karya sastra lainnya adalah hubungan manusia dengan dunia ruang dan waktu.
Lirik bersifat subjektif, karena hanya mengemukakan dunia penyair. Drama bersifat objektif, karena sama sekali tidak mengemukakab dunia pengarangnya, tanpa deskripsi di luar cakapan. Adapun epik adalah campuran antara subjektif dan objektif. Tentang waktu, dalam karya sastra epik waktu mengalir linear (kronologi atau flashback); dalam drama, waktu diaktualisasikan (terjadi sekarang); dan dalam lirik, waktu seolah-olah beku karena sesungguhnya lirik tidak dapat terikat oleh waktu (Hartoko, 1986:53).
Penelitian tentang genre sastra terus berkembang dari waktu ke waktu, dan seringkali tidak memuaskan karena pengertian-pengertian yang dirumuskan selalu saja bergeser dan mengalami perubahan. Hal itu disebabkan oleh selalu adanya perubahan-perubahan konsep tentang karya sastra. Namun demikian, meskipun konsep-konsep tentang karya sastra selalu berubah, tetapi objek studi sastra dapat dikatakan tetap sama, yaitu prosa, drama, dan puisi.



Berdasarkan paham dualisme, aliran dalam sastra dibedakan menjadi dua aliran besar, yakni idealisme dan materialisme. Menurut KBBI (2007: 416) idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami. Realitas menurut para idealis terdiri atas ide-ide (pikiran-pikiran), jiwa dan hal-hal diluar benda material karenanya para idealis akan berusaha hidup menurut cita-cita dan patokan yang dianggap sempurna, berdasarkan hasil nalarnya. Dengan kata lain yang dimaksud realitas dalam pemahaman idealis adalah sesuatu yang kita pikirkan dengan akal kita.
Salah satu tokoh filsuf idealis adalah Plato, sebagaimana diketahui Plato adalah seorang filsuf dari Yunani yang terkenal dengan gagasan “dunia ide”-nya. Plato “… percaya bahwa semua fenomena alam itu hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal” (Gaarder, 2013: 153). Plato meyakini segala sesuatu di alam ini (Plato mengistilahkan dengan sebutan dunia indra) adalah cerminan dari dunia ide. Dunia idenya ini yang menjadikan Plato sebagai “bapaknya” aliran idealisme, dan yang termasuk ke dalam aliran idealisme adalah aliran romantisisme, simbolisme, ekspresionisme, mistisisme, dan surealisme.


Pendekatan Dalam Kajian Sastra
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzkUXfxDcz59YUiDt6Fv1uoDt-5jbLsnzqFa7AephwfFT82zAxju8ba7AUn63SVzvZAPJ0Eif-BON3u8SPGrHXiTMYow61osWA0jVnz6hBF6Dc0EQk0iziNC8jqaOZGlBcL14BY6GjEVQ/s1600/contoh-makalah.jpg
Dalam mengkaji sebuah karya sastra, kita tidak dapat melepaskan diri dari cara pandang yang bersifat parsial, maka ketika mengkaji karya sastra, seringkali seseorang akan memfokuskan perhatiaanya hanya kepada aspek-aspke tertentu dari karya sastra. Aspek-aspek tertentu itu misalnya berkenaan dengan persoalan estetika, moralitas, psikologi, masyarakat, beserta dengan aspek-aspeknya yang lebih rinci lagi, dan sebagainya. Hal itu sendiri, memang bersifat multidimensional. Karena hal-hal di atas, maka muncul berbagai macam pendekatan kajian sastra.
Berikut pendekatan dalam kajian sastra:
1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak bercerita tentang "kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun tersebut yang berupa latar belakang sumber penciptaannya.
2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya, juga pandanga kelompok sosialnya.
3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacannya (Pradopo, 1994).
Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung dalam karya sastra makan semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi pembacannya.
4. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.
5. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984).
Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading. Atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya. Analisis terfokus pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain.
6. Pendekatan Semiotik
Dalam kajian sastra, pendekatan semiotik memandang sebuah karya sastra sebagai sebuah sistem tanda.Secara sistematik, semiotik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem lambang, dan proses-proses perlambangan.
Pendekatan ini memandang fenomena sosial dan budaya sebagai suatu sistem tanda. Tanda tersebut hadir juga dalam kehidupan sehari misal: bendera putih di depan gang, maka orang akan berpikir ada salah satu keluarga yang sedang ada yang berduka. contoh lain adalah mendung: orang akan berpikir hujan akan segera turun sebentar lagi. Tentu saja untuk memahaminya dibutuhkan pengetahuan tentang latarbelakang sosial-budaya karya sastra tersebut dibuat.
Tanda, dalam pendekatan ini terdiri dari dua aspek yaitu: penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu).

7. Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik. Pendekatan ini memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatannya. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di suatu masyarakat (Sapardi Djoko Damono 1979).
8. Pendekatan Resepsi Sastra
Resepsi berarti tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami makna resepsi sastra adalah tanggapan dari pembaca terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan ini mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembacanya.
9. Pendekatan Psikologi Sastra
Wellek & Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebgai tipe atau pribadi. Kedua studi proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra.
Pengertian keempat menurut Wellek & Waren (1990) terasa lebih dekat pada sosiologi pembaca. 
10. Pendekatan Moral
Di samping karya sastra dapat dibahas dan dikritik berdasrkan sejumlah pendelatan yang telah diuraikan sebelumnnya, karya sastra juga dapat dibahasa dan dikritik dengan pendekatan moral. Sejauh manakah sebuah karya sastra menawarkan refleksi moralitas epada pembacanya. Yang dimaksudkan dengan moral adalah suatu norma etika, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnnya. Moral berkaitan erat dengan baik dan buruk. Pendekatan ini masuk dalam pendekatan pragmatik
11. Pendekatan Feminisme
Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra feminis. Pendekatan feminisme ialah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandan eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra (Djananegara, 2000:15).