1. Filsuf
Horatius mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra haruslah
dulce,
utile,
prodesse et delectare
(indah,
berguna, manfaat, dan nikmat). Oleh karena itu
sastra
dikaitkan dengan estetika atau keindahan.
Intinya
hakikat sastra adalah imajinasi dan kreativitas
2.
Sumarno dan Saini, sastra adalah ungkapan pribadi manusiaberupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat,keyakinan,
dalam suatu bentuk gambaran kongkret yangmembangkitkan
pesona dengan alat-alat bahasa.
3. Mursal Esten, menyatakan sastra atau kesusastraan
adalahpengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melaluibahasa sebagai medium dan punya efek
yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
4. Ahmad Badrun, berpendapat bahwa Kesusastraan adalah
kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai
alai, dan bersifat imajinatif.
5. Menurut Semi, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaanseni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannyamenggunakan bahasa sebagai mediumnya
6. Panuti Sudjiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atautulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan sepertikeorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, danungkapannya.
7. Menurut Sumardjo dan Sumaini, definisi sastra yaitu :
a. Sastra adalah seni bahasa.
b. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yangmendalam.
c. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa
d. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalamsebuah bentuk keindahan.
e. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaankemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengansentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yangmempesona.
8. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus melayani misi-misi yang dapatdipertanggungjawabkan.
9. Tarigan, sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalammengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih,kecewa, senang dan lain sebagainya.
10. Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkangambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
5. Menurut Semi, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaanseni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannyamenggunakan bahasa sebagai mediumnya
6. Panuti Sudjiman, mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atautulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan sepertikeorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, danungkapannya.
7. Menurut Sumardjo dan Sumaini, definisi sastra yaitu :
a. Sastra adalah seni bahasa.
b. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yangmendalam.
c. Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa
d. Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalamsebuah bentuk keindahan.
e. Sastra adalah semua buku yang memuat perasaankemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengansentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yangmempesona.
8. Suyitno, Sastra adalah sesuatu yang imajinatif, fiktif dan inventif juga harus melayani misi-misi yang dapatdipertanggungjawabkan.
9. Tarigan, sastra adalah merupakan obyek bagi pengarang dalammengungkapkan gejolak emosinya, misalnya perasaan sedih,kecewa, senang dan lain sebagainya.
10. Damono, mengungkapkan bahwa sastra menampilkangambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
Manfaat Sastra
Horatius mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna
dan menyenangkan. Secara lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui
berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan.
Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah
yang disajikan.
b.Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya
melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya.
c.Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan
intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan
masyarakat yang digambarkan dalam karya.
d.Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam
karya sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke
generasi. Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian
ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi pembacanya.
e.Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang
digambarkan dalam karya sastra tersebut dalam waktu tertentu.
f.Masih banyak manfaat sastra yang bagi satu pembaca
berbeda dengan pembaca lainnya. Sehingga beberapa pembaca yang menikmati buku
yang sama bisa jadi memperoleh pengalaman puitik yang berbeda.
Sastra
merupakan suatu karya imajinatif (to create something), artinya sastra
merupakan bagian dari sebuah keindahan dalam suatu seni. Sastra pertama kali
hadir hanya untuk menghibur (to entertain), selain itu juga sebagai sarana
memperoleh informasi. Menurut Horace, dalam sastra dikenal dulce et utile,
maksudnya sastra bersifat nikmat dan bermanfaat. Sastra bisa dinikmati oleh
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Mulai dari isinya, penyampaiannya,
sampai pada aspek-aspek keindahan yang lain, serta dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang mendengarkan, memahami, atau membaca karya sastra yang dewasa ini
mudah kita temukan di mana pun. Dalam sastra juga memiliki sifat subjektif,
karena sastra adalah cerminan realitas kehidupan, maka sastra sangatlah dipengaruhi
oleh sikap pengarang. Sedangkan, Nonsastra atau biasa disebut dengan karya
ilmiah, merupakan sesuatu yang berdasarkan fakta dan bersifat objektif. Sudah
jelas bahwa karya ilmiah itu merupakan hal yang berdasarkan fakta-fakta yang
diambil dari ilmu pengetahuan serta fenomena-fenomena yang ada di sekeliling
kita. Sebuah pengetahuan selalu dikaitkan dengan kebenaran semesta berdasarkan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan, baik itu ilmu eksak maupun
humaniora. Ilmu pada hakikatnya sesuatu yang belum pasti, namun memilki
keobjetifannya dalam menjelaskan (to explain)ke public dan mengajarkan ke dalam
situasi formal (to teach), seringkali ilmu pengetahuan akan berkembang dari
waktu ke waktu.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/immawan.faisal/perbedaan-sastra-dengan-nonsastra_551aad04a33311ee21b6591d
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/immawan.faisal/perbedaan-sastra-dengan-nonsastra_551aad04a33311ee21b6591d
Istilah genre
berasal dari bahasa bahasa Prancis yang berati ‘jenis’. Jadi, genre sastra
berarti jenis karya sastra. Ahli pikir yang pertama meletakkan dasar teori
genre adalah Aristoteles dalam tulisannya yang terkenal yaitu Poetica.
Teori Aristoteles tentang jenis karya sastra didasarkan pada karya sastra
Yunani klasik., tetapi yang menarik dari teori tersebut adalah teori tersebut
dapat diterapkan pada karya sastra lain di seluruh dunia.
Menurut Aristoteles,
karya sastra berdasarkan ragam perwujudannya terdiri atas 3 macam, yaitu epik,
lirik, dan drama (Teuw,1984: 109). Epik adalah teks yang sebagian berisi
deskripsi (paparan kisah), dan sebagian lainnya berisi ujaran tokoh (cakapan).
Epik ini biasa disebut prosa. Lirik adalah ungkapan ide atau perasaan
pengarang. Dalam hal ini yang berbicara adalah 'aku' lirik, yang biasa disebut
penyair. Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi atau sajak, yakni
karya sastra yang berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih
mengutamakan cara mengekpresikannya. Drama adalah karya sastra yang didominasi
oleh cakapan para tokoh. Kriteria drama yang membedakan dengan 2 jenis karya
sastra lainnya adalah hubungan manusia dengan dunia ruang dan waktu.
Lirik
bersifat subjektif, karena hanya mengemukakan dunia penyair. Drama bersifat
objektif, karena sama sekali tidak mengemukakab dunia pengarangnya, tanpa
deskripsi di luar cakapan. Adapun epik adalah campuran antara subjektif dan
objektif. Tentang waktu, dalam karya sastra epik waktu mengalir linear
(kronologi atau flashback); dalam drama, waktu diaktualisasikan (terjadi
sekarang); dan dalam lirik, waktu seolah-olah beku karena sesungguhnya lirik
tidak dapat terikat oleh waktu (Hartoko, 1986:53).
Penelitian tentang
genre sastra terus berkembang dari waktu ke waktu, dan seringkali tidak
memuaskan karena pengertian-pengertian yang dirumuskan selalu saja bergeser dan
mengalami perubahan. Hal itu disebabkan oleh selalu adanya perubahan-perubahan
konsep tentang karya sastra. Namun demikian, meskipun konsep-konsep tentang
karya sastra selalu berubah, tetapi objek studi sastra dapat dikatakan tetap
sama, yaitu prosa, drama, dan puisi.
Berdasarkan
paham dualisme, aliran dalam sastra dibedakan menjadi dua aliran besar, yakni
idealisme dan materialisme. Menurut KBBI (2007: 416) idealisme adalah aliran
ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal
yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami. Realitas menurut para idealis
terdiri atas ide-ide (pikiran-pikiran), jiwa dan hal-hal diluar benda material
karenanya para idealis akan berusaha hidup menurut cita-cita dan patokan yang
dianggap sempurna, berdasarkan hasil nalarnya. Dengan kata lain yang dimaksud
realitas dalam pemahaman idealis adalah sesuatu yang kita pikirkan dengan akal
kita.
Salah
satu tokoh filsuf idealis adalah Plato, sebagaimana diketahui Plato adalah
seorang filsuf dari Yunani yang terkenal dengan gagasan “dunia ide”-nya. Plato
“… percaya bahwa semua fenomena alam itu hanyalah bayang-bayang dari bentuk
atau ide yang kekal” (Gaarder, 2013: 153). Plato meyakini segala sesuatu di
alam ini (Plato mengistilahkan dengan sebutan dunia indra) adalah cerminan dari
dunia ide. Dunia idenya ini yang menjadikan Plato sebagai “bapaknya” aliran
idealisme, dan yang termasuk ke dalam aliran idealisme adalah aliran
romantisisme, simbolisme, ekspresionisme, mistisisme, dan surealisme.
Pendekatan Dalam Kajian Sastra
Dalam
mengkaji sebuah karya sastra, kita tidak dapat melepaskan diri dari cara
pandang yang bersifat parsial, maka ketika mengkaji karya sastra, seringkali
seseorang akan memfokuskan perhatiaanya hanya kepada aspek-aspke tertentu dari
karya sastra. Aspek-aspek tertentu itu misalnya berkenaan dengan persoalan
estetika, moralitas, psikologi, masyarakat, beserta dengan aspek-aspeknya yang
lebih rinci lagi, dan sebagainya. Hal itu sendiri, memang bersifat
multidimensional. Karena hal-hal di atas, maka muncul berbagai macam pendekatan
kajian sastra.
Berikut
pendekatan dalam kajian sastra:
1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan
mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami
hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari
kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya
sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat
menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan
realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau
sumber penciptaa karya sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang
banyak bercerita tentang "kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan
budaya pada tahun tersebut yang berupa latar belakang sumber penciptaannya.
2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan
ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan
perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan
atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi
sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya.
Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan
sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana
dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya,
juga pandanga kelompok sosialnya.
3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan
pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut
dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain.
Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut
keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacannya (Pradopo,
1994).
Dalam
praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan
fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi
sosial lainnya. Semakin banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung dalam karya
sastra makan semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi pembacannya.
4. Pendekatan Objektif
Pendekatan
objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu
sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan
bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan
ini juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena
kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki
kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.
5. Pendekatan Struktural
Pendekatan
struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya
sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri
sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984).
Dalam
penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading. Atau
mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya. Analisis
terfokus pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur
dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain.
6. Pendekatan Semiotik
Dalam kajian
sastra, pendekatan semiotik memandang sebuah karya sastra sebagai sebuah sistem
tanda.Secara sistematik, semiotik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang,
sistem lambang, dan proses-proses perlambangan.
Pendekatan
ini memandang fenomena sosial dan budaya sebagai suatu sistem tanda. Tanda
tersebut hadir juga dalam kehidupan sehari misal: bendera putih di depan
gang, maka orang akan berpikir ada salah satu keluarga yang sedang ada
yang berduka. contoh lain adalah mendung: orang akan berpikir hujan
akan segera turun sebentar lagi. Tentu saja untuk memahaminya dibutuhkan pengetahuan
tentang latarbelakang sosial-budaya karya sastra tersebut dibuat.
Tanda, dalam
pendekatan ini terdiri dari dua aspek yaitu: penanda (hal yang menandai
sesuatu) dan petanda (referent yang diacu).
7. Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan
sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik. Pendekatan ini
memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial
kemasyarakatannya. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan
karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di suatu
masyarakat (Sapardi Djoko Damono 1979).
8. Pendekatan Resepsi Sastra
Resepsi
berarti tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami makna resepsi
sastra adalah tanggapan dari pembaca terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan
ini mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para
pembacanya.
9. Pendekatan Psikologi Sastra
Wellek &
Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi
psikologi pengarang sebgai tipe atau pribadi. Kedua studi proses kreatif.
Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra.
Pengertian
keempat menurut Wellek & Waren (1990) terasa lebih dekat pada sosiologi
pembaca.
10. Pendekatan Moral
Di samping
karya sastra dapat dibahas dan dikritik berdasrkan sejumlah pendelatan yang
telah diuraikan sebelumnnya, karya sastra juga dapat dibahasa dan dikritik
dengan pendekatan moral. Sejauh manakah sebuah karya sastra menawarkan refleksi
moralitas epada pembacanya. Yang dimaksudkan dengan moral adalah suatu norma
etika, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnnya. Moral berkaitan erat dengan baik dan buruk. Pendekatan ini
masuk dalam pendekatan pragmatik
11. Pendekatan Feminisme
Pendekatan
feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra feminis.
Pendekatan feminisme ialah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada
pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandan eksistensi
perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra (Djananegara,
2000:15).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar